Bermain di Ujung Pelangi ; Teluk Kiluan dan Gigi Hiu (Lampung)

Destinasi selanjutnya, LAMPUNG. Akhirnya kaki ini sampai juga di propinsi yang terkenal dengan sekolah gajahnya Waykambas.  Tapi kunjungan kali ini saya menuju Lampung Selatan. Perjalanan dimulai Jakarta, berangkat malam sepulang kantor. Ngetenglah. Naik bis dari Tomang jurusan Merak Rp. 10,000,- Trus lanjut nyebrang Rp. 15,000,- Penyeberangan memakan waktu sekitar 2-3 jam. Jam 2 dini hari kami tiba di Lampung. Awalnya mau naik bis menuju Bandar Lampung. Tapi sepertinya naik travel jauh lebih asik dan mungkin bisa lebih cepat sampainya. Pikiran saya sih begitu. Mobil sejenis avanza sudah menunggu di parkiran pelabuhan merak. Sekitar 2 jam lebih terombang-ambing di dalam mobil, dengan kecepatan yang semena-mena, dia (sopir) pikir kami ini karung beras. Gak pake rem cyyiiinnnn..., jadi inget waktu ke Ujung Genteng naik angkutan, sama. Sama-sama ketinggalan remnya. Untunglah, sebelum saya ambil alih mobilnya,  kami sudah tiba di kota Bandar Lampung. Tadinya, kalau masih jauh, mending saya aja yang nyetir, trus sopir aslinya saya suruh duduk dibelakang, biar dia ngerasain apa yang saya rasakan. Seperti karung beras. 

Sebenarnya keberangakatan saya ini gak backpaker banget sih. Masih ada sisi 'mewah'nya. hehehehe. Ditempat yang dijanjikan, Rumah Makan Padang, di Lampung tapi makannya di Rumah Makan Padang. Gak papalah, masih di sumatera ini.  Daripada pas di Sumba, jauh-jauh nyberangi banyak lautan, tetep aja makannya nasi padang. Ngoklah..... Makan dulu, cuci muka dulu, tapi gak ada air kamar mandinya. Beberapa menit kemudian, salah satu teman yang tinggal di Lampung pun datang, sambil membawa mobil yang akan mengantar kami ketujuan. Teluk Kiluan. Masih 3 jam perjalanan lagi dari kota Bandar Lampung.

Sepanjang perjalanan, mata kami dimanjakan dengan pemandangan pesisir yang cakep. Apalagi saat itu langit pagi cukup cerah. Sesekali kami berhenti untuk mengambil foto. Sebagian jalannya rusak. kadang rusak, kadang rusak banngeet. Tapi gak masalah sih, selama pemandangan sekelilinginya asyik, its oklah, masih bisa dimaklumi. Sekitar jam 11an kami tiba di Teluk Kiluan. Hampir saja tidak dapat penginapan. Karena ternyata kalau kesini harus booking penginapan dulu. sedangkan saya hanya modal nekat, main datang aja. Tapi hari itu memang ramai, karena kebetulan kena longweekend.  Setelah mencari-cari, akhirnya hoki masih ada ditangan saya. Kami pun dapat tempat tinggal, Dirumah penduduk, yang awalnya sudah dibooking tapi tamunya gak datang-datang. Mereka bilang itu rumah. Tapi saya bilang itu bukan rumah. Sangat tidak layak kalau bilang rumah. Hanya satu ruangan loss, mungkin hanya seukuran 4x5. satu kasur ukuran besar yang nanti akan pakai tidur rame-rame. Cuma berlima sih, tapi kasur hanya bisa menampung 3 orang saja, sisanya silahkan ngelantai. Gak tega mau moto tempatnya. Ntar gak ada yang mau kemari lagi. Sebenarnya banyak pilihan, tapi ya karena itu tadi, kami datang tanpa membooking tempat, yaa terimalah apa adanya. Tarifnya Rp.350,000. Ngalah-ngalahin hotel berbintang harganya. Tapi gak masalahlah, membantu perekonomian mereka. Tarif home stay yang wajar. Sama kalau kita menginap di Bromo, Sawarna atau di pulau-pulau di Kepulauan Seribu di Jakarta. Kalau mau disiapin makan, perorang tambah biaya lagi Rp. 17,000,- sekali makan. Tapi enak kok.

Setelah istirahat sejenak, makan siang dan mandi. Eh, gak pake mandi deh soalnya harus berangkat ke Gigi Hiu. Setelah mencari informasi mengenai transport ke sana dan dapat. Pakai ojek yang tarifnya Rp. 200,000/motor. Hahaha,,,,,,gak kaget sih. Secara menurut info yang saya baca, trek kesana luar biasa sulit. Awalnya masih nego 175rb, tapi si tukang ojek tetep kekeh gak mau kurang, yaa karena medannya itu. Baiklah, kami pun mengalah. Berbagi rejeki dengan merekalah. Gak setiap hari juga ada yang minta dianter kesana. Awalnya si jalan masih level 'normal' menurut saya. Tapi makin keatas, makin aneh jalannya. Kalau hanya jalan tanah masih oklah. Tapi ini sudah batu semua, batu lepasan, kalau naik motornya gak jago bisa kepleset. Mana batunya segede-segede kepala saya lagi. Kebayang aja kalau motornya standing atau kepleset. karena jalannya itu tanjakan tinggi yang tiba-tiba berbelok tajam dan langsung menurun tajam...., Sepertinya jantung saya sempat turun beberapa mili dari posisi awal. Hahahahaha......, Sayang yah fotonya gak ada. Emang sengaja gak mau foto sih biar pada penasaran. Naik turun bukit, keluar masuk hutan, hanya menemui sedikit perkampungan. Dan menjadi senang ketika nemu jalan aspal meski hanya 200 meter. Dan selanjutnya berbatu-batu lagi. Ngoklah...... Pecah rekor untuk jalanan terusak yang pernah saya jumpai.

1. Jalan lintas menuju pantai Gigi Hiu, Lampung (2015)
2. Jalan lintas menuju pamtai Tarimbang-Air terjun Laputi (Sumba) (2014)
3. Jalan lintas menuju Pantai Sawarna, via Rangkasbitung (2013), malu banget seharusnya kalau di
    Jawa masih ada jalan yang rusak parah
4. Jalan lintas menuju air terjun Moramo, Konawe Selatan, Sulawesi (2014)

Satu jam berroller coaster, dengan pemandangan yang apik, kadang juga nemu pantai, trus tiba-tiba sudah diatas bukit lagi. Masuk hutan lagi dddaaaannnnnn, akhirnya kami sampai juga. Senang itu pastilah.....Meski ke Gigi Hiu nya masih harus jalan dikit lagi. Masih takjub, akhirnya sampai dimari juga kita. Norak deh. Perjuangan kita berhasillaaahhhh. "Pekerjaan" dimulai. Siapin kamera, kita foto-foto dulu pantai ganteng ini.




Karakter pantai selatan, penuh karang. Hanya saja karang disini sangat unik. Menjulang, mereka bilang seperti gigi hiu. Itu sebab kenapa di sebut pantai Gigi Hiu atau  Karang Gigi Hiu. Ada beberapa yang bisa dipanjat, karena posisinya tidak terlalu ketengah. Dari atas kita bisa lihat keseluruhan bentuk karang-karang yang ganteng ini. (Bosan pakai istilah cantik) Entah bagaiman karang-karang ini bisa terbentuk seperti ini. Seperti di hambur begitu saja.
Ada juga penduduk yang menamainya Pantai Batu Layar. Seperti batu yang sedang berlayar, atau seperti layar yang terbuat dari batu. Terserah apapun itu namanya, yang jelas pantai ini luar biasa keren. Indah. Masih sepi dari kunjungan orang. Ya, iyalah mau kesini aja harus bertaruh nyali, uji nyali, jiwa dan raga. Bagi orang-orang yang hanya senang jalan untuk tujuan yang kalem dan anteng disarankan untuk tidak mencoba kesini. Gak nanggung kalau tiba-tiba dijalan nangis minta balik, karena medan tempurnya yang sangat jelek. Apa yang terlintas setelah liat pantai ini, Apalagi kalau  bukan sunset. Gak kesampaian, sama seperti di Mandorak, lokasi yang jauh dari permukiman, dan motor-motor tukang ojek itu tak berlampu. Ya masak mau pulang pake lilin?  Satu-satunya cara adalah dengan berkemah. Biasanya beberapa kelompok fotografer sering berkemah di pantai ini hanya untuk foto landscape dan nyunset bareng. Setelah puas, dan hari juga semakin sore, agak khawatir kalau kemalaman dijalan. Kami pun cabut kembali ke penginapan di teluk Kiluan. Sekaligus ngejar sunset dari Teluk Kiluan juga. Toh pantai ini juga menghadap ke barat geser dikit, jadi masih bisa lihat matahari tenggelam. (menghibur diri sendiri).

Timing yang tepat, pas sampai dipenginapan pas matahari mau istirahat. Sambil nunggu antrian mandi, yaaaa seperti biasa, jeprat jepret sepuasnya. Padahal bagus juga nggak.  Yang penting moto.
Malamnya setelah makan, kami beranjak untuk istirahat, maklum dari semalam belum dapat tidur yang cukup. Ditemani nyamuk Lampung dan angin malam. Selamat malam Lampung.



Pagi harinya, kami bersiap menuju Pulau Kiluan, Pulau Kelapa kalau dalam bahasa Indonesianya. Rencana mau sunrise, mau dijemput jam 5 sama abang tukang perahunya. Tapi abangnya baru nongol jam setengah tujuh. Jam 5 dari Hongkong. Tarif perahunya Rp. 20,000/orang. Pagi itu berawan, tidak secerah kemarin. Jadi sunrisenya gak dapet. Dapetnya cuma foto-foto ala kadar aja, Yang penting udah sampe ke pulau ini yang katanya cukup tersohor. Hari itu suasana memang ramai. Ada beberapa keluarga, ada juga para travellers seperti kami. Cieeee traveler, keren aja istilah. Kami bukan traveler, hanya para buruh Jakarta yang sedang bosan dengan ribetnya Jakarta. Mau cari ketenangan sebentar. Kalau saya sih emang lagi agak galau. Hahahahah....curcol banget. Kalau lagi galau biasanya jalan, pengennya galaunya hilang, eh pas di TKP malah jadi tambah galau. Tidak perlu berlama-lama di pulau Kiluan, karena kami harus segera balik ke Jakarta lagi. Padalah sebenarnya ada beberap tempat yang masih belum kunjungi disini, Masih ada dua laguna. Tapi sayang waktunya gak bisa diajak dikompromi. Harus segera pulang.

Bye Lampung
Terima kasih untuk tempat-tempat cakepmu
Semoga tetap terjaga keindahanmu.
Semoga memberi kemakmuran bagi pendudukmu.
Sampai ketemu di Ujung Pelangi berikutnya








      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Enjoy Jakarta] Bermain Diujung Pelangi (Pulau Tidung)

BAHWA HIDUP ADALAH ....

ARIAH , Ketika Mimpiku Diwujudkan